Vaksinasi Covid-19.jpg

NIK Tidak Boleh Jadi Penghalang Akses Vaksinasi Covid-19

oleh: galih Life Style Friday, 30 July 2021 9:00 a.m.


Mancode – Pemerintah terus menggenjot program vaksinasi Covid-19. Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi salah satu syarat untuk mengikuti program tersebut. Namun, syarat ini menjadi kendala tersendiri, khususnya bagi masyarakat adat dan kelompok rentan.

Seperti diketahui, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 10/2021 Pasal 6 Ayat 3 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi. Peraturan ini mewajibkan NIK sebagai syarat mengikuti program vaksinasi.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperkirakan ada 40-70 juta jiwa masyarakat adat tersebar di Indonesia. Sebanyak 20 juta jiwa dari mereka telah menjadi anggota AMAN. Dari jumlah tersebut, dalam data AMAN, per 21 Juli 2021, baru 468.963 orang yang mendaftarkan diri untuk vaksinasi. Di mana sekitar 20.000 dari mereka sudah mendapatkan vaksinasi tahap pertama. Keterbatasan akses vaksinasi dan ketiadaan NIK menjadi kendala utama rendahnya pendaftar.


Bagi masyarakat adat yang tinggal di pedalaman atau pulau terluar, kewajiban memiliki NIK menjadi sandungan untuk bisa menjangkau program vaksinasi pemerintah.

"Pemerintah perlu mengambil langkah diskresi karena ini adalah masalah nyawa orang, bukan sekadar soal pilkada atau pemilu. Bagi masyarakat adat, mengurus NIK di masa normal pun susah, apalagi di masa pandemi,” kata Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi dalam siaran persnya yang diterima Mancode.

Rukka menegaskan bahwa sebetulnya masyarakat adat bukanlah kelompok rentan. Mereka bisa hidup mandiri dan selama ini telah menjaga keharmonisan dan kelestarian alam, serta keragaman hayati di daerah-daerah terdalam dan terluar Indonesia.

“Wilayah-wilayah adat selama ini adalah lumbung pangan Indonesia. Namun, berbagai kebijakan pembangunan selama ini telah meminggirkan masyarakat adat dan membuat posisi masyarakat menjadi rentan, termasuk dalam konteks menghadapi pandemi,” lanjutnya.

Pada setahun pertama pandemi, lokasi yang terpencil dan relatif terisolasi, kehidupan mandiri, serta kearifan lokal membuat masyarakat adat relatif aman dari Covid-19. Namun, seiring perkembangan varian virus yang lebih dahsyat dan mudah menular, pertahanan masyarakat adat mulai jebol.

Angka Positif Covid-19 di Masyarakat Adat

Menurut AMAN, ada sejumlah daerah masyarakat adat yang mengalami peningkatan angka positif Covid-19 cukup signifikan. Misalnya di kawasan Aru Kayau, Kalimantan Utara, Lamandau, Kalimantan Tengah, Tana Toraja dan Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Sigi, Sulawesi Tengah, dan Kepulauan Aru, Maluku. “Untuk detail jumlah yang positifnya belum ada karena test and tracing tidak berjalan baik di sana,” kata Rukka.

Mengingat peran penting dalam menjaga biodiversitas dan lumbung pangan, Rukka menegaskan, masyarakat adat perlu dilindungi. “Kerusakan pada masyarakat adat dan daerah yang menjadi ruang tinggal masyarakat adat, pada akhirnya akan berbahaya bagi seluruh wilayah Indonesia,” jelas Rukka.

Di satu sisi, persyaratan NIK untuk vaksin juga menjadi persoalan bagi kelompok rentan dalam berbagai bentuk. Kelompok disabilitas, anak-anak dalam berbagai kondisi yang tak memiliki akta kelahiran, petani, lansia, buruh, transpuan, tunawisma, misalnya, kerap tidak memiliki NIK. Jika keberadaan KTP dijadikan persyaratan vaksin, by name by address, maka kelompok marjinal akan mengalami risiko tak tersentuh akses vaksinasi dan ini membahayakan keseluruhan upaya penanganan pandemi.

Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maulani Rotinsulu, mengatakan masyarakat disabilitas membutuhkan informasi yang konstruktif tentang vaksin Covid-19 dan juga akses fasilitas kesehatan yang terjangkau, terutama bagi perempuan disabilitas.

“Lemahnya cek kesehatan rutin menyebabkan kita tidak bisa tahu apakah seseorang mengidap komorbid atau tidak,” kata Maulani, seraya menambahkan, “layanan kunjungan ke rumah juga sangat dibutuhkan.”

Senada, Buyung Ridwan Tanjung dari Organisasi Harapan Nusantara (OHANA), mendesak adanya sosialisasi terkait prosedur apa yang harus dilakukan para penyandang disabilitas, termasuk buat yang tidak memiliki NIK, untuk bisa mendapatkan vaksin.

“Sebelum vaksin massal diberikan kepada kelompok disabilitas, perlu dilakukan sosialisasi tentang pentingnya vaksin. Masih banyak juga yang menolak vaksin karena ketidaktahuan dan disinformasi,” kata Buyung.

Sementara, Filantropi Indonesia, sebuah perkumpulan organisasi dan individu penggiat filantropi di Tanah Air, menggarisbawahi bahwa persoalan di lapangan bukan hanya persyaratan kepemilikan NIK yang memberatkan kelompok rentan. Beberapa lembaga filantropi yang menjadi sentra vaksinasi, termasuk melayani kelompok-kelompok rentan, menilai terbatasnya akses terhadap fasilitas pemeriksaan kesehatan membuat kelompok rentan dan masyarakat adat tidak memahami riwayat kesehatan mereka.

“Mereka butuh screening kesehatan tambahan, juga mobilisasi karena ada keterbatasan bagi disabilitas untuk mendatangi layanan kesehatan. Hal yang mungkin kami lakukan adalah membawa vaksin kepada mereka atau membawa mereka ke lokasi vaksinasi," kata Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, Hamid Abidin.

Baca Juga: Enam Tips untuk Bepergian dengan Anak yang Belum Divaksin

Baca Juga: Indra Rudiansyah, Anak Bangsa di Balik Riset Vaksin AstraZeneca

Baca Juga: Google Luncurkan Dana Rp42 Miliar untuk Melawan Misinformasi Vaksin Covid




Share To


galih

galih

July 30, 2021, 9 a.m.


tags : Vaksinasi Covid-19 Syarat Vaksinasi Covid-19 Program Vaksinasi Covid-19 Aliansi Masyarakat Sipil Life Style


Average: 0
Rating Count: 0
You Rated: Not rated

Please log in to rate.



Comments


Please Login to leave a comment.

ARTIKEL TERKAIT LAINNYA