Muhammad-Joesoef-Ronodipoeroo.jpg

Muhammad Joesoef Ronodipoero, Sang Pendiri RRI

oleh: inggil History Wednesday, 11 September 2019 11:00 a.m.


Di balik hari Proklamasi Indonesia ada satu nama yang akan selalu dikenang dalam sejarah atas jasanya dalam memberitahu dunia bahwa Tanah Air telah merdeka. Sosok tersebut ialah Muhammad Joesoef Ronodipoero yang saat itu masih berusia 26 tahun, berani mempertaruhkan nyawanya terhadap tentara Jepang.

Jumat, 17 Agustus 1945 saat itu gemuruh suara masyarakat Indonesia terdengar di mana-mana bahwa negara ini telah merdeka. Namun, Joesoef yang sedang berada di dalam gedung stasiun radio milik tentara Jepang itu sama sekali tak mengetahui kabar tersebut. Dirinya dan para penyiar Hoso Kyoku dilarang untuk meninggalkan gedung. Ketatnya penjagaan oleh tentara Jepang saat itu terlalu berisiko untuk Joesoef mencari tahu info terkini Tanah Air.

Pembacaan-Teks-Proklamasi-Indonesia.jpg

Hingga kemudian, muncul Syahruddin yang merupakan teman sesama jurnalis radio. Joesoef begitu terkejut bagaimana bisa temannya itu masuk ke dalam gedung yang dijaga ketat para tentara. Tanpa diberi penjelasan karena keterbatasan waktu, Syahruddin langsung memberi sepuncuk kertas dari Adam Malik, pemimpin gerakan pemuda di Jakarta.


Baca Juga: David Warren, Sosok Jenius Penemu ‘Black Box’ Pesawat

Surat tersebut berisikan coretan proklamasi yang baru saja dibacakan Sukarno-Hatta atas nama rakyat Indonesia di Jl. Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Raut wajah terpana Joesoef terlihat begitu jelas, ia langsung paham maksud kedatangan Syahruddin yang harus segera menyiarkan kabar kemerdekaan Indonesia lewat radio.

Lanjutnya, pada pukul 19.00 WIB, Joesoef pun membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia lewat siaran mancanegara ke seluruh dunia. Fasihnya dalam berbahasa inggris membuat radio-radio internasional seperti BBC London, Amerika, Singapura, dan Mesir bisa mengerti maksud siaran tersebut dan meneruskannya. Mesir jadi negara pertama yang kala itu meneruskan kabar kemerdekaannya Indonesia.

Aksi berani Joesoef itu langsung diketahui oleh tentara Jepang. Ia pun disiksa oleh para tentara yang berjaga tersebut, bahkan ada kabar dirinya hampir meninggal atas siksaanya itu. Sosoknya yang masih muda dan pemberani kala itu akan selalu dikenang dalam sejarah hari jadinya Indonesia ini.

Bergabung Hoso Kyoku

Joesoef Ronodipoero lahir di Salatiga, Jawa Tengah, pada 30 September 1919. Sejak masih muda, ia sudah tertarik berkiprah di dunia jurnalistik, khususnya di bidang siaran radio. Pada masa itu radio masih menjadi media informasi yang paling diandalkan. Ketekunan dalam menggeluti jurnalistik, membuatnya diterima di Hoso Kyoku, radio militer Jepang sebagai wartawan.

Muhammad-Joesoef-Ronodipoero.jpg

Stasiun radio Hoso Kyoku adalah milik Tomo Bachi seorang perwira balatentara Jepang dan diperintah langsung oleh pemerintah Dai Nippon. Setiap Hoso Kyoku sendiri juga mempunyai cabang kantor bernama Shodanso yang terdapat di beberapa kabupaten.

Semua siaran radio langsung di bawah pengawasan balatentara sehingga rakyat Indonesia tidak bisa mendengarkan siaran radio luar negeri. Dalam pemerintahannya di bawah kuasa Jepang, Hoso Kyoku hanya diperbolehkan memberitakan kepentingan militer Jepang.

Lahirnya RRI

Sejarah-Berdirinya-RRI.jpg

Datangnya hari Kemerdekaan Indonesia sama sekali tak terduga. Pada 6 Agustus 1945 dan 9 Agustus 1945, Jepang dijatuhi bom atom oleh Amerika Serikat. Kemudian, Jepang pun menyerah tanpa syarat pada tentara sekutu. Tetapi, berita ini belum sampai ke rakyat Indonesia, karena saat itu jumlah pendengar radio sangat jarang.

Mochtar Loebis yang juga rekan kerja Joesoef di stasiun radio Hoso Kyoku pun tahu informasi tersebut. Mochtar pun membisiki Joesoef bahwa tentara Jepang telah menyerah kepada sekutu.

Semangat juang Joesoef sebagai wartawan membuatnya bergabung dengan barisan pemuda “Menteng 31” di Jakarta yang dipimpin oleh Soekarni. Dalam barisan yang berisikan para pejuang Indonesia kala itu, semua telah mendengar kabar penyerahan tentara Jepang dari Adam Malik yang merupakan wartawan Domei.

Soekarno mendorong untuk para pemuda hendak mengambil alih Radio Jepang. Joesoef yang bekerja di stasiun Hoso Kyoku pun memberi tahu bagaiamana cara untuk merebut stasiun tersebut yang masih dijaga ketat oleh tentara Jepang.

Pada 10 September 1945, Joesoef meminta para pemimpin radio dari berbagai daerah untuk berkumpul. Perkumpulan tersebut bertujuan untuk didirikanya stasiun radio nasional guna menyiarkan semangat pejuangan.

Tidak mudah memang untuk merebut radio dari kepemilikan Jepang. Pihak Jepang pun menolak karena menilai semua asetnya di Indonesia wajib diserahkan kepada sekutu sebagai pemenang perang.

Tidak menyerah, Joesoef bersama para pejuang muda lainnya tetap ingin merebut stasiun radio Jepang menjadi milik Tanah Air. Hingga pada 11 September 1949 perlawanan pun berhasil, radio Hoso Kyoku dan kantor Berita Domei berhasil menjadi hak Indonesia.

Lanjutnya, Hoso Kyoku lantas diberi nama Radio Republik Indonesia (RRI), sementara Domei menjadi kantor berita Antara yang dipimpin oleh Adam Malik.

Tanggal 11 September 1949 kemudian ditetapkan sebagai Hari Lahir RRI, dan Joesoef dipercaya untuk memimpinnya. Jargon legendaris “Sekali di Udara Tetap di Udara” yang melecut semangat perjuangan konon dicetuskan Joesoef Ronodipoero.




Share To


inggil

inggil

Sept. 11, 2019, 11 a.m.


tags : Muhammad Joesoef Ronodipoero Radio Indonesia Sejarah RRI Hari Radio Nasional RRI


Average: 0
Rating Count: 0
You Rated: Not rated

Please log in to rate.



Comments


Please Login to leave a comment.

ARTIKEL TERKAIT LAINNYA

YOU MAY ALSO LIKE

Entertainment 21 May 2023 20:00 p.m.

Singaraja Fest 2023 Siap Digelar

Entertainment 15 May 2023 6:00 a.m.

Kim Young Dae Gelar Fan Meeting di Jakarta

Life Style 13 May 2023 10:00 a.m.

Upaya Azerbaijan Bantu Visi Dunia Bebas Ranjau