
Jelang Musim Liburan, Ancaman Siber di Asia Tenggara Meningkat 89 Persen
oleh: galih Technology Tuesday, 16 November 2021 8:00 a.m.
Mancode – Memasuki akhir tahun 2021, aktivitas di industri e-commerce, ritel, travel, logistik, dan lainnya, diyakini akan mengalami peningkatan yang signifikan. Aktivitas ini rupanya rentan sekali terhadap ancaman siber, serta risiko kebocoran data bisnis, karyawan, hingga konsumen.
Berdasarkan data yang diumumkan McAfee Enterprise dan FireEye, terdapat temuan Cybercrime in a Pandemic World: The Impact of COVID-19. Data ini mengungkap tingkat urgensi bagi perusahaan-perusahaan untuk memprioritaskan dan memperkuat arsitektur keamanan siber mereka.
Temuan tersebut menunjukkan selama pandemi, ada 89 persen perusahaan di Asia Tenggara mengalami peningkatan ancaman siber. Sedangkan sebanyak 81 persen mengalami downtime akibat insiden siber di waktu puncak liburan atau perayaan tertentu.
“Semua bisnis dalam berbagai skala harus mengevaluasi dan memprioritaskan teknologi keamanan agar tetap terlindungi, terutama selama puncak musim liburan,” kata Bryan Palma, CEO dari perusahaan gabungan McAfee Enterprise & FireEye.
“Pendekatan tradisional tidak lagi cukup. Ada 94 persen perusahaan yang kami survei berencana untuk meningkatkan kesiapan sibernya secara keseluruhan dan bisnis membutuhkan arsitektur keamanan terintegrasi, serta pendekatan yang selalu siap untuk mencegah, melindungi, dan bereaksi terhadap ancaman siber masa kini.”
Selain peningkatan belanja konsumen, musim liburan juga berdampak signifikan terhadap industri lain yang terkait. Berbagai keterbatasan, mulai dari tenaga kerja dan stok barang terutama elektronik, menciptakan urgensi bagi berbagai persusahaan untuk menyusun rencana keamanan untuk secara efektif menghalau dan menindaklanjuti ancaman.
Menurut studi 2021 oleh Facebook dan Bain & Company, penjualan e-commerce di Asia Tenggara akan mencapai dua kali lipat hingga US$254 miliar pada 2026. Bahkan, dengan adanya penurunan level PPKM dan pembukaan kembali tempat keramaian pun, pergeseran ke belanja online akan terus meningkat.
Menurut dasbor McAfee Enterprise COVID-19, industri ritel global menyumbang 5,2 persen dari total ancaman siber yang terdeteksi. Ancaman tersebut termasuk kredensial pembayaran dan penyimpanan cloud yang disusupi, serta bentuk penipuan dan pencurian ritel lainnya.
Selain itu, ancaman siber juga diprediksi pada industri wisata, maskapai penerbangan, situs perjalanan dan aplikasi menumpang kendaraan telah menjadi korban di tahun-tahun sebelumnya.
Sementara, menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Asia Tenggara dapat menderita kerugian hingga 8,4 persen dari Produksi Domestik Bruto (PDB) akibat pandemi. Strategi pemerintah Indonesia menurunkan level PPKM di kota-kota besar, dan dibukanya pintu masuk bagi turis asing dari beberapa negara, diperkirakan akan merangsang minat turis yang sudah lama memendam keinginan untuk jalan-jalan, meningkatkan penjualan tiket dan booking lewat online, yang merupakan kesempatan bagi para penjahat siber.
Cara Mengatasi Ancaman Siber
Meski para profesional TI tahu bahwa ancaman siber telah meningkat tajam, temuan membuktikan bahwa perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara belum secara efektif memprioritaskan keamanan selama COVID.
“Tantangan utama yang berdampak pada bisnis secara global menciptakan katalis sempurna bagi penjahat siber untuk memanfaatkannya,” lanjut Palma.
“Untuk melindungi pendapatan mereka selama lonjakan aktivitas liburan, sekaranglah saatnya bagi perusahaan dan bisnis komersial untuk memastikan bisnis mereka sudah dilengkapi dengan arsitektur keamanan siber yang diperlukan untuk mengatasi ancaman yang semakin agresif dan inovatif.”
Ada beberapa cara bagi perusahaan agar menjadi lebih proaktif dan siap untuk menghadapi kejahatan siber, seperti menerapkan langkah-langkah keamanan dan persyaratan keamanan siber di seluruh industri, memberikan pelatihan kesadaran keamanan virtual untuk karyawan, dan mengembangkan rencana pencegahan serta tanggapan.
Selain itu, perusahaan dan bisnis komersial dapat menerapkan keamanan berbasis cloud dengan MVISION Unified Cloud Edge (UCE) dan FireEye Extended Detection and Response (XDR).
McAfee menugaskan spesialis riset pasar independen global MSI-ACI untuk melakukan penelitian studi ini. Antara September dan Oktober 2021 studi kuantitatif dilakukan, mewawancarai 150 TI dan pengambil keputusan lini bisnis di Asia Tenggara.
Pusat survei adalah Singapura, AS, Inggris, Australia, Prancis, Jerman, India, Afrika Selatan dan UEA. Responden adalah profesional bisnis TI, terlibat dalam keamanan TI dan bekerja untuk perusahaan dengan lebih dari 500 karyawan.
Wawancara dilakukan secara online menggunakan proses penyaringan multi-level yang ketat untuk memastikan bahwa hanya kandidat yang sesuai yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi.
Share To

galih
Nov. 16, 2021, 8 a.m.
Berita terpopuler
ARTIKEL TERKAIT LAINNYA

EV-DCI 2023 Sebut Platform SatuSehat Bantu Pemerataan Akses Kesehatan di Indonesia
48 3 weeks, 1 day ago
Platform ini dapat membantu mengatasi tantangan data yang terfragmentasi dan infrastruktur layanan kesehatan yang tidak merata.

3 Manfaat Transformasi Digital Sekolah Anak Usia Dini Versi Platform Anak2U
38 3 weeks, 6 days ago
Sistem manajemen pembelajaran terpadu dapat membantu memecahkan berbagai tantangan yang dihadapi sekolah.

MSI Siap Pukau Pengunjung COMPUTEX 2023, Hadirkan Teknologi Terbaru
36 6 days, 15 hours ago
Bertema The Leap to Singularity, MSI membayangkan masa depan di mana singularitas teknologi menghadirkan superintelligence untuk meningkatkan kehidupan manusia.
YOU MAY ALSO LIKE
Life Style 1 June 2023 12:00 p.m.
Kementerian Kesehatan RI dan East Ventures Umumkan 10 Inovator Teknologi Kesehatan Terbaik
Life Style 23 May 2023 7:00 a.m.
Mitsubishi Tebar Promo Menarik di Mei 2023, Ada Cashback hingga Bunga 0%
Entertainment 8 May 2023 22:00 p.m.
Ari Lasso Siap Gelar Konser Rayakan 30 Tahun Berkarya
Fashion Style 6 May 2023 11:00 a.m.