
Cerita Pilu Waria di Usia Senja
oleh: galih History Sunday, 31 May 2020 11:00 a.m.
Mancode - Hanya bisa pasrah dengan keadaan. Itulah yang kini dirasakan sebagian kaum waria atau transgender di usia senja. Mereka harus bertahan hidup sebatang kara tanpa adanya keluarga yang menemani.
“Dari umur 18 tahun aku diusir keluarga. Pas diusir, aku pergi ke Jakarta. Bertahan hidup meski harus jadi gelandangan nggak apalah,” kenang Yoti, seorang transgender yang kini sudah berumur 76 tahun dalam akun Youtube ANTV News beberapa waktu lalu.
Dia masih ingat betul peristiwa pada pertengahan 1963 saat diusir keluarganya dan mengganti namanya dari Daud Uktoslyea menjadi Yoti. Rasa trauma pun muncul, sehingga dirinya punya pendirian tak ingin kembali pulang ke rumah.
“Kepahitan masih saja terasa. Karena datang ke sini (rumah) diusir. Aku nggak mau pulang lagi. Sampai bapak meninggal aku nggak pernah ketemu,” akunya lagi.
Dalam bertahan hidup, apapun pekerjaan dilakoninya seperti menjajakan diri sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) di Jakarta. Lama hidup di Ibukota, Yoti berpikir untuk menambah penghasilan dengan memutuskan merantau ke Singapura dan Malaysia.
“Di sana aku kerja di ladang kelapa sawit. Nggak pakai pakaian wanita lagi, tapi pakai baju laki-laki. Yang awalnya badan lembut, jadi keker,” ungkapnya sambil tersenyum.
Dari situ, kata Yoti, jiwanya sempat meronta ingin kembali menjalani hidup normal sebagai laki-laki. Sayangnya, tuntunan hidup membuatnya tergoda kembali terjerumus untuk menjajakan diri. “Memang tobat itu udah, tapi tobat-tobat nggak bener gitu,” ujar Yoti.
Sementara, kisah pengusiran dari keluarga juga dialami oleh Eli alias Murhali (69). Dia mengaku ditentang keras oleh sang ayah, ketika melihat kelakuannya seperti wanita. “Bapak saya nggak mau terima kalau jiwa saya sudah perempuan,” ungkapnya.
Keluarga merasa kecewa dan malu atas kelakuan Eli. Hingga akhirnya, sang ayah berpikir untuk memasung Eli di dalam rumah. “Saya dulu pernah mau ‘dibacok’ sama bapak saya. Akhirnya, saya dipasung di rumah. Karena tak tahan, saya jebol dan kabur,” kenang.
Bermodalkan baju yang dipakainya, Eli kabur dari rumah. Pinggir jalan dan toko pun jadi tempat peraduan Eli kala itu. Sempat mengiba perhatian dengan sanak keluarganya, namun hanya pengusiran yang didapatkannya.
Mau tidak mau, Eli coba berusaha tegar dan berpikir untuk tetap menyambung hidupnya sendiri. Jalan yang ditempuh pun tak jauh berbeda dengan transgender lainnya, yakni dengan menjajakan diri.
“Saudara hidup mewah juga nggak mau nerima kita sebagai waria. Udahlah dari situ sebisa-bisa saya makan apa adanya, kita belain sampai ngejual diri,” ujar Eli.
Di usia yang sudah senja, menjajakan diri tentu bukan lagi jalan yang realistis untuk bertahan hidup. Sebab, mereka harus bersaing dengan transgender yang lebih muda dan menarik. Itulah kenyataan siklus hidup yang harus diterima.
Rumah Singgah Waria
Secercah harapan hidup pun muncul berkat adanya kehadiran rumah singgah khusus untuk waria yang berumur lanjur di kawasan Cinere, Depok, Jawa Barat. Ya, di rumah singgah yang dimiliki Yulianus Rettoblaut, yang juga seorang transgender sekaligus Ketua Forum Komunikasi Waria Se-Indonesia ini, Yoti dan Eli mendapatkan 'rumah' yang laik.
Di sana, mereka saling berbagi cerita dan melakukan aktivitas bersama para waria lainnya dengan latarbelakang yang beragam. Aktivitas yang diisi pun sangat bermanfaat sebagai bekal menjalani usia senja. Mulai dari membuat kerajinan, ataupun kue untuk dijajakan kepada penduduk sekitar.
Tak ayal, keberadaan rumah singgah tersebut sangat bermanfaat bagi sebagian transgender, terutama yang kini hidup sebatang kara. Mereka yang ditinggal di sana merasakan seperti hidup kembali menjadi manusia normal pada umumnya.
Di sisi lain, ada satu keinginan yang sangat diharapkan para transgender yang tinggal di rumah singgah tersebut, yakni diperlakukan seperti manusia normal, terutama pada saat menghadap sang Pencipta.
“Ada baiknya kita pulang secara normal. Kembalikan lagi sebagai wujud laki-laki saat dimandikan. Saya serahkan kepada Allah, karena Allah maha pengasih dan pengampun,” harap Oma Fani, penghuni rumah singgah waria lainnya.
Share To

galih
May 31, 2020, 11 a.m.
Berita terpopuler
ARTIKEL TERKAIT LAINNYA

Rumah Hantu Jurnal Risa – Rumah Sandekala Kini Sambangi Jakarta
145 2 weeks, 4 days ago
Mulai dari 11 Juni – 11 Juli 2022, wahana rumah hantu Jurnal Risa – Rumah Sandekala hadir di FX Sudirman Jakarta. Harga tiketnya mulai dari Rp40 ribu hingga Rp50 ribu.

Mola TV Tayangkan Secara Gratis Aksi 5 Petarung MMA Indonesia Rebut Kontrak UFC
136 3 weeks, 2 days ago
Dalam Road to UFC, Mola akan menayangkan pertandingan kualifikasi lima petarung MMA Indonesia secara gratis mulai mulai 9 - 10 Juni 2022.

Alasan Snapdragon 680 Jadi Prosesor di Banyak Smartphone
123 4 weeks ago
Setiap smartphone memiliki chipset atau prosesor sebagai dapur pacunya.Salah satu chipset yang mumpuniSnapdragon 680. Apa saja keunggulannya?
YOU MAY ALSO LIKE
Entertainment 1 July 2022 6:00 a.m.
Banjir Musisi Lokal Keren di Prost Fest 2022 Bali
Life Style 21 June 2022 13:00 p.m.
Honda Gandeng Sony Perkuat Penjualan Mobil Listrik
Entertainment 21 June 2022 12:00 p.m.
Batavia Madrigal Singers Sabet Juara European Grand Prix for Choral Singing 2022
Entertainment 3 June 2022 16:00 p.m.